Jajanan Jalanan dan Sejarahnya

 

sumber foto : Jabar Ekspres


Street food atau Jajanan jalanan di Indonesia adalah sekumpulan jajanan, makanan ringan, dan kudapan siap santap yang dijual oleh penjaja jalanan dengan menggunakan gerobak, pikulan, warung, atau kedai kecil. Jajanan jalanan di Indonesia merupakan perpaduan yang kaya yang mencakup masakan lokal, serta pengaruh Tionghoa dan Belanda serta terdapat pula beberapa makanan hasil adaptasi dari kuliner India. 


Jajanan jalanan di Indonesia biasanya murah, menawarkan berbagai macam makanan dengan selera yang berbeda, serta dapat ditemukan di setiap sudut kota. Namun, tahukah kamu? Beberapa Jajanan jalanan yang selama ini kita beli memiliki sejarah yang unik dan menarik, lho! Sejarah tersebut mencakup asal usul nama makanannya, siapa yang pertama membuatnya, dan fakta tidak terduga dibalik jajanan yang biasa kita makan tersebut. 


Seperti apa dan bagaimana sejarah makanan -makanan tersebut?  Berikut telah saya rangkum sejarah dari 15 street food yang biasa kita temui sehari-hari : 



1. Batagor



Penemu batagor adalah Kang Isan, seorang penjual bakso tahu kukus di Jalan Kopo, Bandung tahun 1973. Suatu hari baksonya tidak laku. Agar tidak mubazir, ia menggoreng bakso tersebut dengan ditambahkan bumbu kacang, lalu dibagikan kepada tetangganya. Setelah populer di kalangan tetangga, ia mulai menjual penemuannya itu sebagai batagor (Baso Tahu Goreng).

2. Cakwe


Cakwe berasal dari Tiongkok dan sudah ada sejak abad ke-12. Berawal dari kebencian rakyat kepada Qin Hui, perdana menteri di masa Dinasti Song yang memfitnah Jenderal Yue Fei melakukan ketidakbijakan dalam pemerintahan sehingga ia dihukum mati. Jendral Yue Fei merupakan jendral utama pasukan Dinasti Song Selatan (memerintah tahun 1127-1279) dia adalah jenderal yang dikenal setia dan dicintai rakyat. Untuk melampiaskan kemarahannya, rakyat membuat kue/penganan yang membentuk seolah dua orang saling memunggungi yang merupakan Qin Hui dan istrinya yang selalu membantu suaminya memfitnah Yue Fei. Kue itu dinamai Hui Goreng lalu beralih nama menjadi Cakwe, artinya Hantu yang digoreng.


3. Odading



Odading sudah ada sejak masa kolonial Belanda. ... Dahulu ada kue goreng tak bernama yang terbuat dari adonan terigu campur gula. Suatu ketika seorang anak kecil Belanda merengek kepada ibunya minta dibelikan kue tak bernama itu. Rengekan sang anak membuat ibunya penasaran dengan bentuk kudapan itu. Kemudian ia panggil seorang ujang penjual kue. Saat ibunya melihat jajanan yang dimaksud anaknya, dia berkata “oh, dat ding” yang artinya adalah “oh, ini toh!” atau "O, benda itu?". Terdengar lucu dan unik, si penjual kue akhirnya menceritakan kepada ibu dan orang-orang di kampungnya. Ia mengatakan bahwa kue tak bernama itu disebut odading.

4. Seblak


Seblak populer di Jawa Barat sekitar tahun 2000an. Makanan sejenis juga sudah ada di daerah Cianjur bagian selatan sejak zaman sebelum kemerdekaan. Ada pula yang mengatakan bahwa makanan ini berasal dari Sumpiuh, Jawa Tengah. Sebab pada tahun 1940-an, di Sumpiuh terdapat makanan rakyat kecil yang mirip dengan seblak yaitu krupuk godog (kerupuk yang direbus).

5. Sate


Diduga sate diciptakan oleh pedagang makanan jalanan di Jawa sekitar awal abad ke-19, berdasarkan fakta bahwa sate mulai populer sekitar awal abad ke-19 bersamaan dengan semakin banyaknya pendatang dari Arab dan pendatang Muslim Tamil dan Gujarat dari India ke Indonesia. Masyarakat Indonesia zaman dahulu tidak mengenal sistem memasak daging secara dibakar. Biasanya mereka memasaknya dengan cara direbus. Setelah para saudagar dari India dan Timur Tengah tersebut datang, barulah masyarakat Indonesia mulai mengikuti cara memasak daging dengan dibakar. Nama sate diperkirakan berasal dari bahasa India Tamil, catai yang memiliki arti daging. Lama kelamaan kata catai berevolusi menjadi sate menyesuaikan dengan lidah lokal dan nama itu bertahan hingga kini. da juga teori lain yang mengatakan bahwa kata sate berasal dari istilah Minnan –salah satu dialeg bahasa di Cina– yakni sa tae bak yang berarti tiga potong daging. Konon, pada awal abad ke-15, salah satu murid Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim yang bernama Satah sering mengolah daging kambing.
6. Nasi Goreng


Awal mula, nasi goreng masuk ke Indonesia pada abad ke- 10, dikenalkan oleh warga Tionghoa yang bersinggah di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Pada pertemuan tersebut, mulailah nasi goreng diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa kepada warga setempat.

7. Bakso


Bakso memiliki akar dari seni kuliner Tionghoa-Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari istilah 'bakso' berasal dari kata Bak-So, dalam Bahasa Hokkien yang secara harfiah berarti 'daging giling'. Alkisah, diceritakan Theepochtimes, di masa akhir Dinasti Ming pada abad ke-17 Masehi, hidup seorang anak bernama Meng Bo yang tinggal bersama ibunya di Fuzho, Cina. Meng Bo sangat ingin memasak daging yang disukai sang ibu. Namun, lantaran usia yang sudah renta, gigi ibunya sudah tidak mampu lagi mengunyah daging. Meng Bo lantas berpikir bagaimana caranya memasak daging yang lembut sehingga bisa dimakan oleh ibunya. Ia tiba-tiba teringat dengan penganan lunak sejenis mochi yang dibuat dari ketan dan ditumbuk sampai halus. Dari situlah Meng Bo kemudian beraksi. Daging yang alot ditumbuknya, kemudian dibentuk bulat-bulat kecil agar lebih mudah dinikmati dan disantap bersama kuah kaldu hangat. Ternyata, masakan buatan Meng Bo ini sangat lezat. Kisah Meng Bo dan resep baksonya segera tersebar luas ke seluruh penjuru kota. Orang-orang berdatangan karena penasaran dan ingin mempelajari resep daging giling berkuah yang terkenal nikmatnya itu. Bakso alias daging giling pun menjadi salah satu makanan favorit masyarakat Cina dan terus berkembang secara turun-temurun. Hingga akhirnya, jenis kuliner ini sampai ke Nusantara, dibawa oleh kaum imigran dari negeri asalnya, Cina.

8. Mie Ayam


Mi berasal dari Tiongkok, tetapi mi ayam yang serupa di Indonesia tidak ditemukan di Tiongkok. Mi ayam aslinya dari Tiongkok Selatan terutama dari daerah-daerah pelabuhan seperti Fujian dan Guandong. Ketika masuk ke Indonesia pertama kali, daging babi yang menjadi toping diganti dengan daging ayam. Karena mayoritas kerajaan kuno pada masa itu adalah kerajaan Islam. Meski asal mulanya dari China, tapi Cita rasa Mi Ayam yang ada di Indonesia tidak serupa dengan bakmi yang ada di sana.


9. Ketupat



Ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga pada abad ke-15 untuk menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Raden Mas Sahid yang sohor dengan panggilan Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai simbol yang sebelumnya sudah dikenal masyarakat dalam perayaan lebaran ketupat yang dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal atau sepekan setelah Idul Fitri. Lebaran ketupat diangkat dari tradisi pemujaan Dewi Sri, dewi pertanian dan kesuburan. Ia dimuliakan sejak masa kerajaan kuno seperti Majapahit dan Pajajaran. Dalam pengubahsuaian itu terjadi desakralisasi dan demitologisasi. Dewi Sri tak lagi dipuja tapi hanya dijadikan lambang yang direpresentasikan dalam bentuk ketupat yang bermakna ucapan syukur kepada Tuhan. Menurut Slamet Mulyono dalam Kamus Pepak Basa Jawa, kata ketupat berasal dari kupat. Parafrase kupat adalah ngaku lepat (mengaku bersalah). Janur atau daun kelapa yang membungkus ketupat merupakan kependekan dari kata “jatining nur” yang bisa diartikan hati nurani. Secara filosofis beras yang dimasukan dalam anyaman ketupat menggambarkan nafsu duniawi. Dengan demikian bentuk ketupat melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani. Bagi sebagian masyarakat Jawa, bentuk ketupat (persegi) diartikan dengan kiblat papat limo pancer. Papat dimaknai sebagai simbol empat penjuru mata angin utama : timur, barat, selatan, dan utara. Artinya, ke arah manapun manusia akan pergi ia tak boleh melupakan pacer (arah) kiblat atau arah kiblat (salat). Anyaman yang melekat satu sama lain merupakan anjuran bagi seseorang untuk melekatkan tali silaturahmi tanpa melihat perbedaan kelas sosial.


10. Siomay


Sumber gambar : pegi pegi
Siomai adalah salah satu jenis dim sum. Dalam bahasa Mandarin, makanan ini disebut shaomai, sementara dalam bahasa Kanton disebut siu maai. Dalam dialek Beijing, makanan ini juga ditulis sebagai 燒麥, dan juga dibaca shaomai. Kulit siomai serupa dengan kulit pangsit. Makanan ini konon berasal dari Mongolia Dalam. Siomay adalah makanan yang mulanya berasal dari Tiongkok (china). Makanan ini dibawa oleh pedagang-pedagang dari tiongkok menuju indonesia, hingga saat ini makan ini selalu menjadi penghias menu tempat kuliner di Indonesia. Siomay Indonesia nggak disajikan kering seperti di Tiongkok. Karena siomay disajikan dengan bumbu kacang yang gurih dan ada rasa pedasnya. Siomay seperti ini awalnya dipopulerkan di Bandung dan kini bisa ditemukan di banyak tempat di Indonesia.

11. Pempek


Pempek telah ada di Palembang sejak masuknya perantau Tionghoa ke Palembang, yaitu di sekitar abad ke-16, saat Sultan Mahmud Badaruddin II berkuasa di kesultanan Palembang-Darussalam. Saat itu pempek disebut Kelesan karena makanan ini tahan dikeles, atau disimpan dalam waktu yang lama Kelesan adalah panganan adat di dalam Rumah Limas yang mengandung sifat dan kegunaan tertentu. Pempek baru dijual secara luas di masa pemerintahan kolonial Belanda. Makanan ini dijual oleh orang-orang keturunan Tionghoa yang memang sangat pandai berdagang. Bahkan nama pempek juga berasal dari bahasa Tionghoa. Para penjual Kelesan di masa itu dikenal dengan panggilan Apek atau pek-pek. Ini merupakan sebutan untuk lelaki tua dalam bahasa Tionghoa. Mereka banyak berjualan khususnya di kawasan keraton, sekarang di lokasi Masjid Agung dan Masjid Lama Palembang.

12. Kerak Telor



Ketika zaman penjajahan Belanda dahulu, kerak telor tercipta secara nggak sengaja karena hasil coba-coba sekawanan orang Betawi yang tinggal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Jakarta yang dulu terkenal dengan nama Batavia memiliki banyak pohon kelapa, sehingga para warga memanfaatkan buah kelapa untuk memasak beragam makanan, salah satunya kerak telor. Sekitar tahun 1970, warga Betawi baru mulai berani menjajakan kerak telor di kawasan Tugu Monas. Makanan ini menjadi daya tarik yang membuat wisatawan berdatangan ke Jakarta. Bahkan, kerak telor pun menjadi makanan kaum elite.


13. Martabak Manis


Hok Lo Pan atau Martabak dalam Bahasa Indonesia, adalah Makanan Khas Bangka Belitung. Hok Lo Pan atau Martabak diciptakan oleh orang-orang Hakka (Khek). Hampir semua orang di kota-kota besar seperti di kota Jakarta mengenal Martabak Bangka, nama aslinya di Bangka adalah Hok Lo Pan (Martabak). Arti Harfiah Hok Lo Pan (Martabak) adalah Kue Orang Hok Lo. Saat penemuannya, Hok Lo Pan atau martabak hanya menggunakan wijen sebagai topping.



14. Martabak Telur


sumber gambar : Idntimes

Pada tahun 1930 ada seorang pemuda India bernama Abdullah bin Hasan Almalibary yang berkenalan dengan pemuda asal Lebaksiu, Tegal, bernama Ahmad bin Kyai Abdul Karim. Keduanya bertemu di Semarang, dan sejak itu mereka berdua menjadi sahabat. Singkat cerita, Abdullah memperkenalkan makanan India yang terbuat dari adonan terigu bernama Moortaba tersebut kepada keluarga Ahmad di Tegal. Karena banyak yang menyukainya, akhirnya mereka berdua memberi sedikit variasi dalam mengubah makanan tersebut. Kemudian terciptalah nama Martabak yang sangat berbeda dengan aslinya dari India. Martabak ini awalnya populer di Lebaksiu, lalu akhirnya banyak masyarakat sana yang merantau ke beberapa kota di Jawa untuk berdagang Martabak terutama pada saat ada kegiatan pasar malam. Akhirnya makanan modifikasi dari India tersebut menyebar luas di tanah air.




15. Cilok 



Cilok adalah makanan yang hingga detik ini sangat tidak asing bagi masyarakat Bandung bahkan mungkin Indonesia , arti dari Cilok sendiri adalah sebuah singkatan yaitu Aci Dicolok ( Aci – Kanji ditusuk) , Cilok dibuat dengan bahan dasar adonan tepung Kanji yang diberi bumbu dan dibentuk bulat seperti Bakso dan di kukus hingga kenyal.




16. Cireng 



Melansir dari laman wikipedia.org, cireng sudah ada sejak era tahun 80an. Saat itu, cireng menjadi jajanan yang dijual oleh para pedagang kaki lima pinggir jalan di daerah Priangan.


Meski populer sejak era tahun 80an, tidak diketahui secara pasti siapa pembuat cireng pertama kali. Pada tahun itu, cireng sudah mulai populer dan disukai banyak orang. Seiring dengan berjalannya waktu, cireng terus mengalami penyebaran. Jajanan ini meluas tak hanya di daerah Priangan saja tetapi hampir ke seluruh penjuru Nusantara. 




17. Cimol 


Asal-usul olahan Cimol ternyata berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat.


Di tahun 2001, olahan Cimol ini dibawa ke Bandung kemudian menjadi populer dan digemari oleh banyak orang di Bandung.


Cimol juga sering disebut sebagai makanan perpaduan antara cilok dan cireng.


Cimol berbentuk bulat seperti cilok, namun secara tekstur mirip dengan cireng, kerenyahan tersebut karena diolah secara digoreng. 




Itulah sejarah dari 17 makanan atau jajanan jalanan yang sering di jumpai di berbagai daerah di Indonesia. 


Ternyata makanan yang selama ini kita nikmati memiliki sejarah yang panjang dan unik, ya? Selain makanan-makanan di atas, Indonesia yang kaya dengan kuliner pastinya memiliki makanan lain yang sudah mendunia seperti rendang, gado-gado serta gudeg yang memiliki sejarah menarik untuk kita kupas selanjutnya. 


Terimakasih. Semoga bermanfaat. 






Sumber / referensi : 

Wikipedia, m.fimel.com, pegipegi.com, Bobogrid, Hipwee, Idntimes, Tribun News, kompas.com, inbaru.id, endeus.tv, pergikuliner.com, m-kumparan-com, kompasiana-com, historia.id, m-merdeka.com, Brilio Net, www.ruangguru.com, food.detik.com, Tirto id, Faktualnews.co, dll. 



devitirta 

©2021 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Lifestraw, Alat Filter Air yang Praktis

Mengenal Polycoria, Satu Mata Memiliki Dua Pupil atau Lebih